Sabtu, 30 Mei 2009

Yang Unik dari Jogja - Bagian 1

1. “Misteri peradaban yang hilang.., kisah dibalik Candi Sambisari”
Saya lahir dan dibesarkan di perkampungan dekat keberadaan Candi Sambisari., namanya dusun Tempelsari. Cerita ke masa lalu di tahun 1980-an, waktu kecil saya sering diajak orang tua ke pasar Prambanan melalui proyek pemugaran candi ini. Karena seringnya melewati kedua candi ini, seringkali sejak kecil saya bertanya dalam hati dengan misteri candi dibawah permukaan tanah ini dan saya bandingkan dengan kemegahan candi Prambanan yang sudah berdiri kokoh sejak silam. “Kenapa candi ini bisa terkubur Candi Prambanan tidak, ada apa kejadian dibalik itu, dan kenapa pula tidak ada prasasti/bukti peninggalan jelas dari penguasa jaman dulu. “Pertanyaan tidak berhenti disitu,...biasanya peninggalan budaya tidak terlepas dari warisan sejarah/budaya dari nenek moyang dulu hingga sekarang....lihat aja masyarakat Bali yang masih bisa terlihat jelas asal usul peradabannya. Sungguh beda kondisinya dengan disini atau Jogja umumnya...tidak terlihat sama sekali warisan budaya/keahlian masyarakat silam yang terwariskan ke generasi kini khususnya seni pahat/patung. Alasan memang jelas....dalam tatanan budaya Jawa sempat terjadi peleburan budaya seiring dengan masuknya pengaruh baru agama Islam yang menggeser kepercayaan Hindu/Budha sejak jaman dulu. Bahkan itupun tercermin dari evolusi nilai-nilai budaya yang melekat dengan tradisi kerajaan Hindu/Budha masa lalu...kemudian dikenal adanya Mataram Hindu...yang kemudian berevolusi menjadi Mataram Islam sejak masa pemerintahan Panembahan Senopati (th 1575 Masehi berpusat di Kotagede), kemudian Kasultanan Yogyakarta dari pemerintahan Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwono I th 1755 Masehi) hingga Hamengkubuwono X saat ini.
Kembali ke cerita candi Sambisari...hampir tidak ada cerita turun temurun dari para leluhur tentang asal muasal candi ini...dari penguasa siapa atau kerajaan apa masa itu. Kalau penasaran boleh dicrosscheck dengan bertanya ke masyarakat sekitar situ tentang asal muasal candi ini....rata-rata mereka juga tidak tahu, yang masih ingatpun paling cerita penemuan kembali situs candi ini. Adalah Karyowinangun, seorang petani yang berjasa dalam penemuan situs candi ini di tahun 1966. Kejadian langka dialaminya, ketika sedang mengayunkan cangkulnya ke tanah sawah dan membentur sebuah batu besar yang setelah dilihat memiliki pahatan pada permukaannya. Sebelumnya petani disitupun merasa aneh juga, dengan keberadaan banyak tikus di sawah mereka dan belum diketahui darimana asal sarangnya. Setelah kejadian itu, dinas Purbakala menetapkan area persawahan Karyowinangun sebagai suaka Purbakala dan memulai pekerjaan penggalian (ekskavasi) serta pemugaran. Baru di tahun 1987, setelah 21 tahun Candi Sambisari inipun selesai dipugar dan mulai bisa dikunjungi. Sekarang ini, kita beruntung bisa menikmati keindahan candi warisan ini yang masih meninggalkan misteri siapa penguasa yang memprakarsai pembuatannya waktu itu, Hal ini dikarenakan belum jelas keberadaan bukti otentik prasasti yang menjelaskan asal muasal candi ini....So tidak salah kalau aku menyebutnya ini suatu misteri....entah sampai kapan.
**Misteri bagian-1**
Oh ya....bagi yang belum tahu keberadaan Candi Sambisari, for your info candi ini terletak sekitar 10 km sebelah timur Jogja, persisnya lewat jalan Jogja-Solo menuju ke arah Prambanan, setelah pertigaan bandara Adi Sucipto ada jalan kecil menuju ke utara kurang lebih 3 km (trus ikutin aja papan petunjuknya). Sesuai dengan dokumentasi di ruang informasi, arca-arca yang ditemukan melambangkan agama yang melatarbelakangi berdirinya Candi Sambisari adalah Hindu Siwaistis. Sedangkan tahun dibangunnya candi ini masih belum diketahui secara pasti. Namun jika ditinjau dari arsitektur dan jenis batuan yang digunakan, diperkirakan candi ini didirikan pada abad ke-9. Adanya penemuan lempengan emas bertuliskan huruf Paleograf yang merupakan tulisan pada awal abad ke-9 memperkuat interpretasi ini. Nah untuk raja/pemerintahan siapa pada waktu itu juga masih misteri, namun dari prasasti Wanua III tahun 908 tentang raja-raja dinasti Mataram Hindu, raja yang memerintah antara tahun 828 - 846 Masehi adalah Rakai Garung. Namun belum tentu candi ini dibangun oleh raja yang memerintah saat itu.
Candi ini terdiri dari sebuah candi induk yang menghadap ke barat dan 3 buah candi perwara (candi pendamping) di bagian depannya. Candi induk berukuran 13,65 x 13,65 meter dengan tinggi 7,5 meter sedangkan candi perwara kira-kira berukuran 5 x 5 meter. Di bagian candi induk terdapat sebuah tangga masuk dengan hiasan Makara di kanan kirinya. Terdapat relief manusia berperut buncit seolah-olah menyangga Makara. Di rongga mulut Makara terdapat patung semacam singa tapi kepalanya manusia dengan jenggot panjang. Begitu memasuki gerbang, dijumpai badan candi yang berupa ruangan berukuran 5 x 5 meter dengan selasar selebar sekitar 2,5 meter mengelilingi candi. Di selasar ini kami menemukan batu pipih dengan tonjolan di atasnya sebanyak 12 buah, masing-masing 8 buah berbentuk lingkaran dan 4 buah berbentuk persegi. Pada dinding badan candi, terdapat relung-relung yang berisi relief Agastya di sebelah selatan, Ganesha di sebelah timur (belakang), dan Dewi Durga di sebelah utara. Di dalam ruangan terdapat Lingga yang berada di atas Yoni yang merupakan simbol seksualitas laki-laki dan wanita. Lingga merupakan representasi dari alat kelamin laki-laki dan Yoni merupakan representasi alat kelamin wanita. Lingga ini juga merupakan lambang Siwalingga, khususnya kemaluan Dewa Siwa. Hal ini yang mendasari interpretasi penganut kepercayaan di waktu itu adalah Hindu Siwaistis.
Dengan membandingkan beberapa situs purbakala peninggalan peradaban Jawa Kuno yang juga dijumpai disekitarnya yaitu Candi Kalasan, Candi Sari, Candi Prambanan dan lainnya, menunjukkan waktu itu sudah terjalin hubungan harmonis antar keberagaman umat beragama. Candi Kalasan yang terletak +/- 6 km disebelah timur Candi Sambisari adalah candi dengan latar belakang Buddha tertua yang ditemukan di Jawa Tengah, dibangun pada tahun 778 oleh Rakai Panangkaran sebagai bentuk penghormatan kepada Dewi Tara. Candi Sari yang terletak beberapa ratus meter dari Candi Kalasan, diperkirakan dibangun pada masa yang sama sebagai asrama para pendeta Buddha. Selanjutnya kawasan Candi Lara Jonggrang Prambanan dari awal dikenal sebagai candi Hindu terbesar di Indonesia. Disekitar Prambanan juga ditemukan 3 gugusan candi, yaitu : Candi Lumbung, Candi Bubrah dan Candi Sewu yang berlatar belakang Buddha. Jadi bisa dibayangkan kan…betapa harmonisnya kerukunan antar umat beragama pada waktu itu.
**Misteri bagian ke-2****
Saya lebih tertarik untuk mengetahui misteri keberadaan Candi Sambisari ini sendiri, yang berada 6.5 meters dibawah permukaan tanah. Dari berbagai penelitian memang letusan Gunung Merapi-lah yang diketahui sebagai penyebab utama terpendamnya bangunan candi ini. Seperti diketahui letak candi ini berada sekitar 30 km dari pusat erupsi Merapi...jadi diperkirakan material yang menimbun adalah aliran lahar dingin yang akan diulas lebih lanjut. Kenapa lahar dingin....pertama karena jaraknya yang lumayan jauh dari pusat erupsi dan yang kedua situs-situs yang ditingalkan tidak rusak parah, bayangkan saja kalau yang menimbun aliran lava&lahar panas....sudah pasti kita tidak akan menemukan bentuk warisan candi seperti sekarang ini. Dalam khayalan saya...masyarakat dulu akan memilih tinggal hidup di sekitaran sumber kehidupan yaitu air....air yang mengalir tentulah sungai. Mengapa? Jangan dibandingkan dengan keadaan sekarang dimana orang bisa mengebor tanah untuk mendapatkan air...jaman dulu tentu teknologi ini belum ada.. jadi orang akan lebih memilih tinggal disekitar sungai untuk sumber kehidupan mereka termasuk untuk bisa bertani dan beternak. Dimasa kecil, saya sering bermain dan explore banyak hal dengan bermain di sungai dan persawahan dekat kampung saya. Adalah Kali Kuning dengan air nan jernih... Jadi saya bisa bayangkan orang akan mencari minumpun disini, mencari ikan, mengairi sawah semua bersumber dari sungai ini. Saat ini...anda bisa menjumpai aliran sungai ini disebelah barat lokasi candi, mengalir dari lereng Merapi ke selatan. Perkiraan melalui aliran sungai ini pula, aliran lahar dingin Merapi produk erupsi hebat jaman dulu mampu menimbun keberadaan candi ini. Dalam pengamatan saya....dibagian tebing sungai Kali Kuning yang berbatasan dengan kampung saya, terdapat lapisan soil berada sekitar 3 meter dari permukaan yang menandakan 2 produk lapisan pengendapan yang berbeda dan dimungkinkan lapisan atas merupakan produk aliran lahar dahsyat waktu itu... Hal ini diperkuat juga dengan penemuan lapisan lahar Merapi setebal tiga meteran di situs Wonoboyo, sekitar tahun 1990-an di Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jateng. Selama beberapa kali penggalian di sana, pakar arkeologi Balar Yogya dan Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jateng, menemukan perhiasan emas, pecahan gerabah, serta struktur bangunan yang menunjukkan bekas hunian yang memiliki tanaman pekarangan di kedalaman lapisan tersebut" kata Siswanto yang lulusan biologi.
LETUSAN hebat Gunung Merapi, menurut Nurhadi, sebenarnya tercatat dalam sejarah kuno Indonesia. Misalnya, laporan RW van Bemmelen, menyebutkan suatu letusan hebat merapi, hingga melenyapkan sebagian puncak dan membuat pergeseran lapisan tanah ke arah baratdaya, antara lain membentuk Gunung Gendol karena membentur lempengan Pegunungan Menoreh. (The Geology of Indonesia, 1949) Letusan disertai gempa bumi, banjir lahar, hujan abu dan batu-batuan sangat mengerikan. Bencana alam ini mungkin merusak ibu kota Medang dan banyak daerah permukiman di Jawa Tengah, sehingga oleh rakyat dirasakan sebagai pralaya atau kehancuran dunia. (Boechari, Some Consideration on the Problem of the Shift of Mataram's Center, 1976)
Letusan diduga terjadi di masa pemerintahan Rakai Sumbah Dyah Wawa seperti tertoreh dalam beberapa prasasti buatan sekitar tahun 928. "Bencana alam besar ini terkenal dengan sebutan pralaya atau kehancuran dunia," ujar Nurhadi. "Beberapa pakar epigrafi yang menafsir dari kalimat prasasti kuno, menduga setelah peristiwa pralaya itulah, kaum kerabat raja dan pejabat tinggi kerajaan Mataram Kuno mengungsi ke arah timur," ujar Nurhadi. Mengapa para leluhur Mataram Kuno memilih mengungsi ke Jawa Timur, karena di daerah ini sudah dikenal ada penguasa daerah yang tunduk kepada Mataram, yaitu daerah Kanuruhan, Pu Sindok membangun ibu kota baru, yaitu di Tamwlang. Sesuai dengan landasan kosmologis kerajaan, maka kerajaan baru itu dianggap sebagai dunia baru ... masa pemerintahan dan cikal bakal wangsa baru, yaitu wangsa Isana." (Sejarah Nasional Indonesia, 1985) Sumber: - “Mysteries of the Ancient Java – Episode 1”, transkrip video dokumenter Produksi: Galeri Video Foundation, 2006) by Dwi Sriningsih, 31 mei, 2008 - “Kuburan Candi dan Pralaya Gunung Merapi”, artikel Kompas, Jumat, 23 Februari 2001 **Misteri bagian ke-3** Lanjut menguak misteri berikutnya adalah evolusi erupsi Gunung Merapi sendiri. Seperti dituturkan oleh Dr Ir Sari Bahagiarti Kusumayudha MSc (Dekan Fakultas Teknologi Mineral UPN Yogyakarta) di Kompas, Sabtu 22 April 2006; Gunung Merapi dikenal atraktif karena tidak pernah tidur nyenyak, waktu istirahat biasanya 3-5 tahun lalu giat lagi. Bahkan, terkadang siklusnya hanya dua tahun saja seperti terjadi pada tahun 1994-1998, atau 1980-1984. Dulu, 1.000 tahun yang lalu (1006 Masehi), menurut peneliti terdahulu Van Bemmelen (1949) Merapi dikabarkan pernah meledak dahsyat. Akibat dari letusan ini, sebagian puncak runtuh, melorot, dan longsor ke arah barat daya, tertahan oleh Perbukitan Menoreh, kemudian membentuk gundukan-gundukan bukit yang dikenal sebagai Bukit Gendol. Hipotesis letusan dahsyat Merapi 1.000 tahun silam ini masih menjadi perdebatan para ahli. Namun, pada kenyataannya hingga kini tak seorang pun mampu menyebut angka tahun secara pasti kapan letusan besar masa lampau itu terjadi.
Benarkah pernah ada letusan besar Merapi? Di dusun-dusun Kadisoka, Kedulan, dan Sambisari (Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta) terdapat candi-candi kuno peninggalan masa Dinasti Mataram Hindu, yang ketika diketemukan terkubur oleh endapan lahar dan abu vulkanik setebal 6-8 meter. Di tempat-tempat tersebut dapat dijumpai lapisan endapan abu vulkanik yang ketebalannya 20-60 sentimeter. Sementara itu, di daerah Borobudur tebal lapisan abu dan pasir vulkanik mencapai 200 sentimeter. Letusan kecil tidak mungkin menghasilkan lapisan abu setebal itu. Aktivitas Merapi pada abad ke-9-11 disinyalir menjadi salah satu pendorong berpindahnya pusat kebudayaan Mataram ke Jawa Timur. Letusan-letusan Merapi masa lalu juga pernah menguruk danau yang dahulu mengitari Candi Borobudur. Konon, semula candi Buddha tersebut dibangun di tengah danau dan digambarkan bak ceplok bunga teratai di tengah kolam.
Merapi mengalami evolusi dalam masa hidupnya. Tipe letusannya berubah-ubah. Pada awalnya magma Merapi encer, bersifat basa, dan mobilitas cukup tinggi. Ketika itu tipe letusannya efusif, tidak meledak, hanya melerkan lava dalam volume besar. Kemudian sifat magma berangsur-angsur berubah menjadi lebih kental, lebih asam, dan mobilitasnya merendah. Tipe erupsinya berselang-seling antara efusif dan eksplosif (meledak).
Pada perkembangan terakhir, magma Merapi menjadi sangat kental, tekanan gas rendah, dan pergerakannya sangat lamban. Karena kentalnya, maka ketika mencapai permukaan, magma akan mengonggok di sekitar mulut kawah membentuk kubah lava (Kusumayudha, 1988, Newhall & Bronto, 1995, Camus et al, 2000). Gundukan kubah lava sewaktu-waktu dapat gugur oleh desakan dari dalam. Guguran itu menghasilkan aliran piroklastik yang dikenal sebagai awan panas atau wedus gembel (karena penampilannya bergulung-gulung berwarna kelabu kelam, bergerak cepat, seperti sekawanan domba menuruni lereng). Erupsi seperti ini yang disebut sebagai tipe Merapi. Gunung Bibi di lereng timur Merapi merupakan endapan lava hasil kegiatan Merapi paling primitif (Proto Merapi). Sementara itu, Gunung Turgo dan Gunung Plawangan di Kaliurang merupakan produk Merapi berikutnya (Merapi Tua). Berbeda dengan Merapi Tua dan Merapi Primitif yang menghasilkan endapan lava sangat tebal, Merapi yang lebih muda memproduksi endapan lava yang tipis-tipis, lahar hujan, dan piroklastik fraksi halus (tuf atau abu vulkanik). Letusan Merapi Musakini (2.000 tahun) pada umumnya ke arah barat, barat daya, dan selatan. Sebelumnya, letusan Merapi diduga ke segala arah. Mengutip artikel Kapa85 uniga malang: hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wirakusumah (1989), Berthommier (1990), Newhall & Bronto (1995) dan Newhall et al (in press). Wirakusumah (1989) membagi Geologi Merapi menjadi 2 kelompok besar yaitu Merapi Muda dan Merapi Tua. Penelitian yang dilakukan sesudahnya semakin merinci unit-unit stratigraf! di Merapi. Secara garis besar sejarah G. Merapi dapat dibagi menjadi 4 bagian (Berthommier, 1990). PRA MERAPI (lebih dari 400.000 tahun yang lalu) Sebelum terbentuk Gunung Merapi, pada masa ini sudah terdapat apa yang sekarang nampak sebagai Gunung Bibi, gunung basaltik andesit, yang terletak di lereng timur Merapi, termasuk di daerah Boyolali. Walaupun sama sepeni lava Merapi berjenis basalt-andesitik, batuan gunung Bibi berbeda dari batuan Merapi, karena tidak mengandung orthopyroxen. Puncak Bibi mempunyai ketinggian sekitar 2050 meter di atas muka laut. Lokasi ini dapat dicapai melalui desa Cepogo naik ke arah Merapi. Jarak datar antara puncak Bibi dan puncak Merapi sekitar 2.5 kilometer. Karena umurnya yang jauh lebih tua darl gunung Merapi bukit ini telah mengalami alterasi yang kuat, contoh batuan segar sudah sulit sekali ditemukan. Umurnya diperkirakan sekitar 700.000 tahun.
MERAPI TUA (60.000 sampai 8000 tahun yang lalu) Pada masa ini mulal lahir Gunung Merapi dan merupakan fase awal dari pembentukannya. Kerucut G. Merapi belum terbentuk sempurna. Produk erupsinya bervariasi. Ekstrusi awalnya berupa lava basaltik yang membentuk Gunung Turgo dan Plawangan berumur sekitar 40.000 tahun. Produk aktivitasnya terdiri dari batuan dengan komposisi andesit basaltik; dari awanpanas, breksiasi lava dan lahar. MERAPI PERTENGAHAN (8000 sampai 2000 tahun yang lalu)
Terjadi beberapa lelehan lava andesitik yang menyusun bukit Batulawang dan Gajahmungkur, yang saat ini nampak di lereng utara Merapi. Batuannya terdiri dari aliran lava, breksiasi lava dan awan panas. Aktivitas Merapi dicirikan dengan letusan efusif (lelehan) dan eksplosif. Diperkirakan juga terjadi letusan eksplosif dengan "debris-avalanche" (sebagaimana terjadi di Mount St. Helens, dalam skala kecil), ke arah barat yang meninggalkan morfologi tapal-kuda dengan panjang 7 kilometer, lebar 1-2 kilometer dengan beberapa bukit di lereng barat. Pada periode ini terbentuk Kawah Pasarbubar.
MERAPI BARU (2000 sampai sekarang) Dalam kawah Pasarbubar terbentuk kerucut puncak Merapi yang saat ini disebut sebagai Gunung Anyar. Aktivitas Merapi terdiri dari aliran basalt dan andesit lava, awanpanas serta letusan magmatik dan phreatomagmatik. Kubah lava menjadi pusat aktivitas Gunung Merapi sampai saat ini. Batuan dasar dari G. Merapi diperkirakan berumur Merapi Tua. Sedangkan Merapi yang sekarang ini berumur sekitar 2000 tahun. Letusan besar dari G. Merapi terjadi di masa lalu yang dalam sebaran materialnya telah menutupi Candi Sambisari yang terletak + 23 km dari G. Merapi. Newhall et al (in press) juga menyatakan bahwa akibat letusan besar di masa lalu dari G. Merapi, material hasil letusannya diperkirakan telah membendung K. Progo yang kemudian membentuk danau. Namun demikian, waktu dari letusannya masih diperdebatkan. Sejarah letusan Sudah tidak terhitung berapa kali Merapi meletus, baik besar maupun kecil. Letusan-letusan Merapi yang membawa korban jiwa, yang tercatat dalam buku data dasar Gunungapi Indonesia (1979), antara lain terjadi pada tahun 1672, menghasilkan awan panas dan banjir lahar hujan yang menelan 300 jiwa manusia. Diduga tipe letusan ketika itu adalah Plinian.
Tahun 1930-1931 Merapi meletus dengan tipe Plinian, menghasilkan aliran lava, piroklastika, dan lahar hujan, dengan korban 1.369 orang meninggal.
Tahun 1954, kegiatan Merapi menghasilkan awan panas, hujan abu dan lapili, korban 64 orang meninggal. Pada tahun 1961, terjadi aliran lava, awan panas, hujan abu, dan bahaya sekunder berupa banjir lahar hujan, enam orang meninggal sebagai korban. Pada saat itu Magelang dan sekitarnya sempat remang-remang dibalut abu dan debu vulkanik. Pada tahun 1969, terjadi letusan cukup besar, ada awan panas letusan, guguran kubah lava, hujan abu, dan bom gunung api, korban manusia tiga orang.
Letusan tahun 1972-1973 termasuk tipe volkano, menghasilkan semburan asap hitam setinggi tiga kilometer di atas puncak, hujan pasir dan kerikil di Pos Babadan, guguran awan pijar ke Kali Batang sejauh tiga kilometer. Pada hari Selasa, 22 November 1994, sekitar pukul 10.00 selama lebih kurang dua jam Merapi mengeluarkan wedus gembel-nya ke arah Kali Boyong, menelan 67 korban manusia.
Februari 2001, Merapi giat lagi. Seperti biasanya, aktivitasnya ini berupa guguran kubah lava membentuk awan panas. Arah guguran pada waktu itu ke selatan-barat daya. Kepulan wedus gembel-nya terlihat dari Kecamatan Depok yang berjarak 25 kilometer dari puncak.
Kali ini Mei 2006, Merapi aktif bergolak lagi...dengan aktifitas kurang lebih seperti tahun 2001.
Sumber: - “Sejarah, Evolusi dan Letusan Merapi” artikel Kompas, Sabtu 22 April 2006, Dr Ir Sari Bahagiarti Kusumayudha MSc Ketua Penyelenggara Volcano International Gathering 2006; Dekan Fakultas Teknologi Mineral UPN Yogyakarta English version: on going
(by zainal arifin suwito)
Copyright @May-2009
2. Keris sebagai warisan leluhur dan budaya asli Jawa
Keris berasal dari Kepulauan Jawa dan keris purba telah digunakan antara abad ke-9 dan abad ke-14. Senjata ini terbahagi kepada tiga bahagian, yaitu mata, hulu dan sarung. Keris sering dikaitkan dengan kuasa mistik oleh orang Melayu pada zaman dahulu. Antara lain, terdapat kepercayaan bahwa keris mempunyai semangatnya yang tersendiri.
Keris menurut amalan Melayu tradisional perlu dijaga dengan cara diperasapkan pada masa-masa tertentu, malam Jumat misalnya. Ada juga amalan mengasamlimaukan keris sebagai cara untuk menjaga logam keris dan juga untuk menambah bisanya. Ada pepatah yang menyatakan : "Penghargaan pada seseorang tergantung karena busananya." Mungkin pepatah itu lahir dari pandangan psikolog yang mendasarkan pada kerapian, kebersihan busana yang dipakai seseorang itu menunjukkan watak atau karakter yang ada dalam diri orang itu.Di kalangan masyarakat Jawa Tengah pada umumnya untuk suatu perhelatan tertentu, misalnya pada upacara perkawinan, para kaum prianya harus mengenakan busana Jawi jangkep (busana Jawa lengkap).
Dan kewajiban itu harus ditaati terutama oleh mempelai pria, yaitu harus menggunakan/memakai busana pengantin gaya Jawa yaitu berkain batik, baju pengantin, tutup kepala (kuluk) dan juga sebilah keris diselipkan di pinggang. Mengapa harus keris? Karena keris itu oleh kalangan masyarakat di Jawa dilambangkan sebagai symbol "kejantanan." Dan terkadang apabila karena suatu sebab pengantin prianya berhalangan hadir dalam upacara temu pengantin, maka ia diwakili sebilah keris. Keris merupakan lambang pusaka.
Pandangan ini sebenarnya berawal dari kepercayaan masyarakat Jawa dulu, bahwa awal mula eksistensi mahkluk di bumi atau di dunia bersumber dari filsafat agraris, yaitu dari menyatunya unsur lelaki dengan unsur perempuan. Di dunia ini Allah Swt, menciptakan makhluk dalam dua jenis seks yaitu lelaki dan perempuan, baik manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Kepercayaan pada filsafat agraris ini sangat mendasar di lingkungan keluarga besar Karaton di Jawa, seperti Karaton Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan lain-lain. Kepercayaan itu mulanya dari Hinduisme yang pernah dianut oleh masyarakat di Jawa. Lalu muncul pula kepercayaan tentang bapa angkasa dan ibu bumi/pertiwi. Yang juga dekat dengan kepercayaan filsafat agraris di masyarakat Jawa terwujud dalam bentuk upacara kirab pusaka pada menjelang satu Sura dalam kalender Jawa dengan mengkirabkan pusaka unggulan Karaton yang terdiri dari senjata tajam: tombak pusaka, pisau besar (bendho). Arak-arakan pengirab senjata pusaka unggulan Karaton berjalan mengelilingi komplek Karaton sambil memusatkan pikiran, perasaan, memuji dan memohon kepada Sang Maha Pencipta alam semesta, untuk beroleh perlindungan, kebahagiaan, kesejahteraan lahir dan batin.
Fungsi utama dari senjata tajam pusaka dulu adalah alat untuk membela diri dari serangan musuh, dan binatang atau untuk membunuh musuh. Namun kemudian fungsi dari senjata tajam seperti keris pusaka atau tombak pusaka itu berubah. Di masa damai, kadang orang menggunakan keris hanya sebagai kelengkapan busana upacara kebesaran saat temu pengantin. Maka keris pun dihias dengan intan atau berlian pada pangkal hulu keris. Bahkan sarungnya yang terbuat dari logam diukir sedemikian indah, berlapis emas berkilauan sebagaikebanggaan pemakainya. Lalu, tak urung keris itu menjadi komoditi bisnis yang tinggi nilainya.
Tosan Aji atau senjata pusaka itu bukan hanya keris dan tombak khas Jawa saja,melainkan hampir seluruh daerah di Indonesia memiliki senjata tajam pusaka andalan,seperti rencong di Aceh, badik di Makasar, pedang, tombak berujung tig (trisula), keris bali, dan lain-lain.
Ketika Sultan Agung menyerang Kadipaten Pati dengan gelar perang Garudha Nglayang, Supit Urang, Wukir Jaladri, atau gelar Dirada Meta, prajurit yang mendampingi menggunakan senjata tombak yang wajahnya diukir gambar kalacakra. Keris pusaka atau tombak pusaka yang merupakan pusaka unggulan itu keampuhannya bukan saja karena dibuat dari unsur besi baja, besi, nikel, bahkan dicampur dengan unsure batu meteorid yang jatuh dari angkasa sehingga kokoh kuat, tetapi cara pembuatannya disertai dengan iringan doa kepada Sang Maha Pencipta Alam (Allah SWT) dengan suatu upaya spiritual oleh Sang Empu. Sehingga kekuatan spiritual Sang Maha Pencipta Alam itu pun dipercayai orang sebagai kekuatan magis atau mengandung tuah sehingga dapat mempengaruhi pihak lawan menjadi ketakutan kepada pemakai senjata pusaka itu. Pernah ada suatu pendapat yang berdasarkan pada tes ilmiah terhadap keris pusaka dan dinyatakan bahwa keris pusaka itu mengeluarkan energi/kekuatan yang tidak kasat mata (tak tampak dengan mata biasa). Yang menarik hati adalah keris yang dipakai untuk kelengkapan busana pengantin pria khas Jawa. Keris itu dihiasi dengan untaian bunga mawar melati yang dikalungkan pada hulu batang keris. Ternyata itu bukan hanya sekedar hiasan, melainkan mengandung makna untuk mengingatkan orang agar jangan memiliki watak beringas, emosional, pemarah, adigang-adigung-adiguna, sewenang-wenang dan mau menangnya sendiri seperti watak Harya Penangsang.
Kaitannya dengan Harya Penangsang ialah saat Harya Penangsang berperang melawan Sutawijaya, karena Penangsang pemarah, emosional, tidak bisa menahan diri, perutnya tertusuk tombak Kyai Plered yang dihujamkan oleh Sutawijaya. Usus keluar dari perutnya yang robek. Dalam keadaan ingin balas dendam dengan penuh kemarahan Penangsang yang sudah kesakitan itu mengalungkan ususnya ke hulu keris di pinggangnya. Ia terus menyerang musuhnya. Pada suatu saat Penangsang akan menusuk lawannya dengan keris Kyai Setan Kober di bagian pinggang, begitu keris dihunus, ususnya terputus oleh mata keris pusakanya. Penangsang mati dalam perang dahsyat yang menelan banyak korban. Dari peristiwa itulah muncul ide keris pengantin dengan hiasan untaian bunga mawar dan melati. Tosan aji atau senjata pusaka seperti tombak, keris dan lain-lain itu bisa menimbulkan rasa keberanian yang luar biasa kepada pemilik atau pembawanya. Orang menyebut itu sebagai piyandel, penambah kepercayaan diri, bahkan keris pusaka atau tombak pusaka yang diberikan oleh Sang Raja terhadap bangsawan Karaton itu mengandung kepercayaan Sang Raja terhadap bangsawan unggulan itu. Namun manakala kepercayaan sang raja itu dirusak oleh perilaku buruk sang adipati yang diberi keris tersebut, maka keris pusaka pemberian itu akan ditarik/diminta kembali oleh sang raja.
Hubungan keris dengan sarungnya secara khusus oleh masyarakat Jawa diartikan secara filosofi sebagai hubungan akrab, menyatu untuk mencapai keharmonisan hidup di dunia. Maka lahirlah filosofi "manunggaling kawula – Gusti", bersatunya abdi dengan rajanya, bersatunya insan kamil dengan Penciptanya, bersatunya rakyat dengan pemimpinnya, sehingga kehidupan selalu aman damai, tentram, bahagia, sehat sejahtera. Selain saling menghormati satu dengan yang lain masing-masing juga harus tahu diri untuk berkarya sesuai dengan porsi dan fungsinya masing-masing secara benar. Namun demikian, makna yang dalam dari tosan aji sebagai karya seni budaya nasional yang mengandung pelbagai aspek dalam kehidupan masyarakat Jawa pada umumnya,kini terancam perkembangannya karena aspek teknologi sebagai sahabat budayanya kurang diminati ketimbang aspek legenda dan magisnya.
Empu Dari Zaman Ke Zaman Dua arti dalam istilah empu, pertama dapat berarti sebutan kehormatan misalnya Empu Sedah atau Empu Panuluh. Arti yang kedua adalah ‘Ahli’ dalam pembuatan ‘Keris’. Dalam kesempatan ini, Empu yang kami bicarakan adalah seseorang yang ahli dalam pembuatan keris. Dengan tercatatatnya berbagai nama ‘keris’ pastilah ada yang membuat. Pertama-tama yang harus diketahui adalah tahapan zaman terlahirnya ‘keris’ itu, kemudian meneliti bahan keris, dan ciri khas sistem pembuatan keris. Ilmu untuk kepentingan itu dinamakan ‘Tangguh’. Dengan ilmu tangguh itu, kita dapat mengenali nama-nama para Empu dan hasil karyanya yang berupa bilahan-bilahan keris, pedang, tombak, dan lain-lainnya. Adapun pembagian tahapan-tahapan zaman itu adalah sebagai berikut: 1. Kuno (Budho) tahun 125 M – 1125 M meliputi kerajaan-kerajaan: Purwacarita, Medang Siwanda, medang Kamulan, Tulisan, Gilingwesi, Mamenang, Penggiling Wiraradya, Kahuripan dan Kediri. 2. Madyo Kuno (Kuno Pertengahan) tahun 1126 M – 1250 M. Meliputi kerajaan-kerajaan : Jenggala, Kediri, Pajajaran dan Cirebon. 3. Sepuh Tengah (Tua Pertengahan) tahun 1251 M – 1459 M Meliputi Kerajaan-kerajaan : Jenggala, Kediri, Tuban, Madura, Majapahit dan Blambangan. 4. Tengahan (Pertengahan) tahun 1460 M – 1613 M Meliputi Kerajaan-kerajaan : Demak, Pajang, Madiun, dan Mataram 5. Nom (Muda) tahun 1614 M. Sampai sekarang Meliputi Kerajaan-kerajaan : Kartasura dan Surakarta.
Pada setiap zaman kerajaan itu terdapat beberapa orang Eyang yang bertugas untuk menciptakan keris.
Keris-keris ciptaan Empu itu setiap zaman mempunyai ciri-ciri khas tersendiri. Sehingga para Pendata benda pusaka itu tidak kebingungan. Ciri khas terletak pada segi garap dan kwalitas besinya. Kwalitas besi merupakan ciri khas yang paling menonjol, sesuai dengan tingkat sistem pengolahan besi pada zaman itu, juga penggunaan bahan ‘Pamor’ yang mempunyai tahapan-tahapan pula. Bahan pamor yang mula-mula dipergunakan batu ‘meteor atau batu bintang’ yang dihancurkan dengan menumbuknya hingga seperti tepung kemudian kita mengenali titanium semacam besi warnanya keputihan seperti perak, besi titanium dipergunakan pula sebagai bahan pamor. Titanium mempunyai sifat keras dan tidak dapat berkarat, sehingga baik sekali untuk bahan pamor. Sesuai dengan asalnya di Prambanan maka pamor tersebut dinamakan pamor Prambanan. Keris dengan pamor Prambanan dapat dipastikan bahwa keris tersebut termasuk bertangguh Nom. Karena diketemukannya bahan pamor Prambanan itu pada jaman Kerajaan Mataram Kartasura (1680-1744). Keris Diakui Dunia Setelah wayang pada tahun 2003, kini giliran keris Indonesia diakui sebagai salah satu warisan budaya dunia yang mesti dilestarikan. Pengakuan UNESCO di Paris 25 November 2005 itu tentu merupakan percikan berita segar di tengah serba keterpurukan Indonesia akhir-akhir ini.
Keris, seperti juga teater Kabuki dari Jepang, pentas tradisional India— Ramlila yang mengetengahkan epik Ramayana—Samba dari Brasil, Mak Yong dari Melayu, ”Masih hidup dan dihayati, tradisi masih berlanjut. Berbeda dengan budaya samurai di Jepang yang kini sudah mati,” ungkap Direktur Jenderal Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) Koichiro Matsuura, yang ditemui Kompas pekan lalu, beberapa saat setelah menyerahkan sertifikat pengakuan UNESCO itu kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta.
Jadi jelas sudah...kalau keris merupakan budaya asli bangsa Indonesia,..jadi kita patut melestarikannya paling tidak dengan memahami asal-usulnya. Jangan sampai nanti ada negara lain yang mengakuinya gara-gara kita sendiri tidak mengetahui history-nya. ”Lewat momentum penghargaan UNESCO ini mestinya kita menata kembali pandangan tentang keris,” ungkap Ir Haryono Haryoguritno, pakar keris yang memimpin tim riset pustaka dan lapangan juga diskusi selama setahun sejak Agustus 2004.
Laporan keris Setelah mendatangi komunitas perkerisan di Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Bali, dan Lombok, Haryono yang dibantu Waluyo Wijayatno dari perkumpulan penggemar keris Damartaji dan warga negara Indonesia asal Australia, Gaura Mancacaritadipura, merangkumnya dalam sebuah laporan tebal untuk UNESCO. Juga diserahkan film budaya perkerisan yang berdurasi 10 menit serta 120 menit. Kalau selama ini banyak media cetak maupun elektronik lebih sering mengekspos ”pandangan-pandangan miring” yang dihubungkan dengan mistik buruk keris (dalam sinetron-sinetron perdukunan), maka menurut Haryono, semestinya kini Indonesia juga menyadari betapa dunia ternyata menghargai warisan budaya nenek moyang yang dalam beberapa kesempatan sering disingkirkan oleh bangsa Indonesia sendiri. Keris selama ini dipandang dekat dengan dunia perdukunan, sementara negeri tetangga, Singapura, malah sudah lebih dulu memakai identitas keris sebagai kebanggaan mereka. Maskapai penerbangan negeri ini, Singapore Airlines, memakai Kris Lounge sebagai ruang tunggu VIP bagi para penumpangnya di bandar udara. Atau KrisFlyer, sebuah layanan bagi mereka yang sering menggunakan jasa maskapai tersebut. KrisMagazine untuk majalah mereka, dan KrisShop untuk layanan jualan suvenir mereka di pesawat. Adalah tanggung jawab masyarakat Indonesia untuk mulai menyadari dan melestarikan warisan leluhur ini...paling tidak dengan mengenalkan informasi secara benar kepada generasi penerus maupun orang lain tentang asal muasal maupun keberagaman jenis Keris dalam khazanah budaya Nusantara.
Karya Agung UNESCO memandang keris memiliki nilai luar biasa sebagai karya agung ciptaan manusia. Selain berakar dalam tradisi budaya dan sejarah masyarakat Indonesia, keris juga masih berperan sebagai jati diri bangsa, sumber inspirasi budaya, dan masih berperan sosial di masyarakat. Jika usulan wayang sampai empat kali dikembalikan laporannya—sebelum diakui sebagai warisan dunia 2003—usulan keris langsung diterima. ”Indonesia perlu bangga,” ungkap Matsuura, yang sempat mengoreksi cara seorang pejabat Indonesia menarik sebilah keris dari warangkanya itu. Sekarang pertanyaannya bagaimana dengan kita....? Anatomi atau
Ricikan Keris Anatorni keris dikenal juga dengan istilah ricikan keris. Berikut ini akan diuraikan anatorni keris satu persatu : 1. Ron Dha, yaitu ornamen pada huruf Jawa Dha. 2. Sraweyan, yaitu dataran yang merendah di belakang sogogwi, di atas ganja. 3. Bungkul, bentuknya seperti bawang, terletak di tengah-tengah dasar bilah dan di atas ga~qa. 4. Pejetan, bentuknya seperti bekas pijatan ibu jari yang terletak di belakang gandik. 5. Lambe Gajah, bentuknya menyerupai bibir gajah. Ada yang rangkap dan Ietaknya menempel pada gandik. 6. Gandik, berbentuk penebalan agak bulat yang memanjang dan terletak di atas sirah cecak atau ujung ganja. 7. Kembang Kacang, menyerupai belalai gajah dan terletak di gandik bagian atas. 8. Jalen, menyerupai taji ayam jago yang menempel di gandik. 9. Greneng, yaitu ornamen berbentuk huruf Jawa Dha ( ) yang berderet. 10. Tikel Alis, terletak di atas pejetan dan bentuknya rnirip alis mata. 11. Janur, bentuk lingir di antara dua sogokan. 12. Sogokan depan, bentuk alur dan merupakan kepanjangan dari pejetan. 13. Sogokan belakang, bentuk alur yang terletak pada bagian belakang. 14. Pudhak sategal, yaitu sepasang bentuk menajam yang keluar dari bilah bagian kiri dan kanan. 15. Poyuhan, bentuk yang menebal di ujung sogokan. 16. Landep, yaitu bagian yang tajam pada bilah keris. 17. Gusen, terletak di be!akang landep, bentuknya memanjang dari sor-soran sampai pucuk. 18. Gula Milir, bentuk yang meninggi di antara gusen dan kruwingan. 19. Kruwingan, dataran yang terietak di kiri dan kanan adha-adha. 20. Adha-adha, penebalan pada pertengahan bilah dari bawah sampal ke atas.
Kekuatan Simbolik Keris Terletak pada "Pamor"
Keris tidak dapat terpisahkan dengan peradaban Jawa. Dalam pandangan masyarakat Jawa, keris merupakan salah satu pusaka kelengkapan budaya. Kekuatan simbolik keris dipercayai masyarakat Jawa terletak pada pamor, yaitu bahan campuran pembuatan keris berupa besi meteor. Jenis bahan ini mengandung unsur besi dan nikel. "Pamor adalah benda berasal dari angkasa. Di antara besi pamor terkenal adalah 'pamor Prambanan'. Disebut demikian karena meteor ini jatuh di daerah Prambanan sekitar tahun 1784 di masa pemerintahan Susuhunan Paku Buwana III di Surakarta," demikian kata Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Timbul Haryono MSc dalam pidato pengukuhannya di depan Rapat Senat Terbuka UGM, Sabtu (27/4). Dosen Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya dan Pascasarjana UGM itu membawakan pidato berjudul "Logam dan Peradaban Manusia dalam Perspektif Historis- Arkeologis".
Dikatakan Timbul, pamor tersebut sampai sekarang masih disimpan di Keraton Surakarta dan diberi nama Kiai Pamor. Penelitian laboratoris terhadap meteor itu menunjukkan kandungan unsurnya adalah 94,5 persen besi dan 5 persen nikel. Jenis batu pamor lainnya adalah pamor Luwu yang asalnya dari Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Berdasarkan bahan pembuatan keris, proses pembuatan keris peradaban Jawa secara simbolik identik dengan konsep persatuan "bapa akasa-ibu pertiwi". Bahan besi diperoleh dari perut Bumi (Ibu Pertiwi) dan bahan pamor adalah meteor jatuh dari angkasa (bapa akasa). Keduanya kemudian disatukan menjadi senjata keris
MAKNA DESIGN KERIS PULANG GENI merupakan salah satu dapur keris yang populer dan banyak dikenal karena memiliki padan nama dengan pusaka Arjuna. Pulang Geni bermakna Ratus atau Dupa atau juga Kemenyan. Bahwa manusia hidup harus berusaha memiliki nama harum dengan berperilaku yang baik, suka tolong menolong dan mengisi hidupnya dengan hal-hal atau aktifitas yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Dengan berkelakuan yang baik dan selalu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak, tentu namanya akan selalu dikenang walaupun orang tersebut sudah meninggal. Oleh karena itu, Keris dapur Pulang Geni umumnya banyak dimiliki oleh para pahlawan atau pejuang.
KIDANG SOKA memiliki makna Kijang yang berduka. Bahwa hidup manusia akan selalu ada Duka, tetapi manusia diingatkan agar tidak terlalu larut dalam duka yang dialaminya. Kehidupan masih terus berjalan dan harus terus dilalui dengan semangat hidup yang tinggi. Keris ini memang memiliki ciri garap sebagaimana keris tangguh Majapahit. Tetapi melihat pada penerapan pamor serta besinya, tidak masuk dikategorikan sebagai keris yang dibuat pada jaman Majapahit. Oleh karena itu, dalam pengistilahan perkerisan dikatakan sebagai keris Putran atau Yasan yang diperkirakan dibuat pada jaman Mataram. Kembang Kacang Pogog semacam ini umumnya disebut Ngirung Buto. SABUK INTEN, merupakan salah satu dapur keris yang melambangkan kemakmuran dan atau kemewahan. Dari aspek filosofi, dapur Sabuk Inten melambangkan kemegahan dan kemewahan yang dimiliki oleh para pemilik modal, pengusaha atau pedagang pada jaman dahulu. Keris Sabuk Inten ini menjadi terkenal, selain karena legendanya, juga karena adanya cerita silat yang sangat populer berjudul Naga Sasra Sabuk Inten karangan Sabuk Inten karangan S.H. Mintardja pada tahun 1970-an.
NAGA SASRA adalah salah satu nama Dapur Keris Luk 13 dengan Gandik berbentuk kepala Naga yang badannya menjulur mengikuti sampai ke hampir pucuk bilah. Salah satu Dapur Keris yang paling terkenal walaupun jarang sekali dijumpai adanya keris Naga Sasra Tangguh tua. Umumnya keris dapur Naga Sasra dihiasi dengan kinatah emas sehingga penampilannya terkesan indah dan lebih berwibawa. Keris ini memiliki gaya seperti umumnya keris Mataram Senopaten yang bentuk bilahnya ramping seperti keris Majapahit, tetapi besi dan penerapan pamor serta gaya pada wadidhangnya menunjukkan ciri Mataram Senopaten. Sepertinya berasal dari era Majapahit akhir atau bisa juga awal era Mataram Senopaten (akhir abad ke 15 sampai awal abad ke 16). Keris ini dulunya memiliki kinatah Kamarogan yang karena perjalanan waktu, akhirnya kinatah emas tersebut hilang terkelupas. Tetapi secara keseluruhan, terutama bilah masih bisa dikatakan utuh. Keris Dapur Naga Sasra berarti Ular yang jumlahnya seribu (beribu-ribu) dan juga dikenal sebagai keris dapur Sisik Sewu. Dalam budaya Jawa, Naga diibaratkan sebagai Penjaga. Oleh karena itu banyak kita temui pada pintu sebuah Candi ataupun hiasan lainnya yang dibuat pada jaman dahulu. Selain Penjaga, Naga juga diibaratkan memiliki wibawa yang tinggi. Oleh karena itu, Keris dengan dapur Naga Sasra memiliki nilai yang lebih tinggi daripada keris lainnya. SENGKELAT, adalah salah satu keris dari jaman Mataram Sultan Agung (sekitar awal abad ke 17). Dapur Keris ini adalah Sengkelat. Pamor keris sangat rapat, padat dan halus. Ukuran lebar bilah lebih lebar dari keris Majapahit, tetapi lebih ramping daripada keris Mataram era Sultan Agung pada umumnya. Panjang bilah 38 Cm, yang berarti lebih panjang dari Keris Sengkelat Tangguh Mataram Sultan Agung umumnya. Bentuk Luk nya lebih rengkol dan dalam dari pada keris era Sultan Agung pada umumnya. Gonjo yang digunakan adalah Gonjo Wulung (tanpa pamor) dengan bentuk Sirah Cecak runcing dan panjang dengan buntut urang yang nguceng mati. Kembang Kacang Nggelung Wayang. Jalennya pendek dengan Lambe Gajah yang lebih panjang dari Jalen. Sogokan tidak terlalu dalam dengan Janur yang tipis tetapi tegas sampai ke pangkal bilah. Wrangka keris ini menggunakan gaya Surakarta yang terbuat dari Kayu Cendana.
RAGA PASUNG, atau Rangga Pasung memiliki makna sesuatu yang dijadikan sebagai Upeti. Dalam hidup di dunia, sesungguhnya hidup dan diri manusia ini telah diupetikan kepada Tuhan YME. Dalam arti bahwa hidup manusia ini sesungguhnya telah diperuntukkan untuk beribadah, menyembah kepada Tuhan YME. Dan karena itu kita manusia harus ingat bahwa segala sesuatu yang kita miliki di dunia ini sesungguhnya semu dan kesemuanya adalah milik Tuhan YME.
BETHOK BROJOL, adalah keris dari tangguh Tua juga. Keris semacam ini umumnya ditemui pada tangguh Tua seperti Kediri/Singosari atau Majapahit. Dikatakan Bethok Brojol karena bentuknya yang pendek dan sederhana tanpa ricikan kecuali Pijetan sepeti keris dapur Brojol.
PUTHUT KEMBAR, oleh banyak kalangan awam disebut sebagai Keris Umphyang. Padahal sesungguhnya Umphyang adalah nama seorang mPu, bukan nama dapur keris. Juga ada keris dapur Puthut Kembar yang pada bilahnya terdapat rajah dalam aksara Jawa kuno yang tertulis “Umpyang Jimbe”. Ini juga merupakan keris buatan baru, mengingat tidak ada sama sekali dalam sejarah perkerisan dimana sang mPu menuliskan namanya pada bilah keris sebagai Label atau “trade mark” dirinya. Ini merupakan kekeliruan yang bisa merusak pemahaman terhadap budaya perkerisan. Puthut, dalam terminologi Jawa bermakna Cantrik, atau orang yang membantu atau menjadi murid dari seorang Pandhita / mPu pada jaman dahulu. Bentuk Puthut ini konon berasal dari legenda tentang cantrik atau santri yang diminta untuk menjaga sebilah pusaka oleh sang Pandhita. Juga diminta untuk terus berdoa dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Bentuk orang menggunakan Gelungan di atas kepala, menunjukkan adat menyanggul rambut pada jaman dahulu. Bentuk wajah, walau samar tetapi masih terlihat jelas guratannya. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa dapur Puthut mulanya dibuat oleh mPu Umpyang yang hidup pada era Pajang awal. Tetapi inipun masih belum bisa dibuktikan secara ilmiah karena tidak didukung oleh bukti-bukti sejarah.
Pajang, dalam buku Negara Kertagama yang ditulis pada jaman Majapahit, disebutkan adanya Pajang pada jaman tersebut. Oleh karena itu, sangat sulit untuk mengidentifikasi, apakah keris dengan besi Majapahit tetapi juga ada ciri keris Pajang bisa dikatakan tangguh Pajang – Majapahit, yang berarti keris buatan Pajang pada era Majapahit akhir (?).
Keris Lurus SUMELANG, dalam bahasa Jawa bermakna kekhawatiran atau kecemasan terhadap sesuatu. Sedangkan Gandring memiliki arti setia atau kesetiaan yang juga bermakna pengabdian. Dengan demikian, Sumelang Gandring memiliki makna sebagai bentuk dari sebuah kecemasan atas ketidaksetiaan akibat adanya perubahan. Ricikan keris ini antara lain : gandik polos, sogokan satu di bagian depan dan umumnya dangkal dan sempit, serta sraweyan dan tingil. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa keris dapur Sumelang Gandring termasuk keris dapur yang langka atau jarang ditemui walau banyak dikenal di masyarakat perkerisan. (Ensiklopedia Keris : 445-446). Konon salah satu pusaka kerajaan Majapahit ada yang bernama Kanjeng Kyai Sumelang Gandring. Pusaka ini hilang dari Gedhong Pusaka Keraton. Lalu Raja menugaskan mPu Supo Mandangi untuk mencari kembali pusaka yang hilang tersebut. Dari sinilah berawal tutur mengenai nama mPu Pitrang yang tidak lain juga adalah mPu Supo Mandrangi. (baca : Ensiklopedia Keris : 343-345).
TILAM UPIH, dalam terminologi Jawa bermakna tikar yang terbuat dari anyaman daun untuk tidur. Diistilahkan untuk menunjukkan ketenteraman keluarga atau rumah tangga. Oleh karena itu banyak sekali pusaka keluarga yang diberikan secara turun-temurun dalam dapur tilam Upih. Ini menunjukkan adanya harapan dari para sesepuh keluarga agar anak-cucunya nanti bisa memperoleh ketenteraman dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga. Sedangkan Pamor ini dinamakan UDAN MAS TIBAN. Ini karena terlihat dari penerapan pamor yang seperti tidak direncanakan sebelumnya oleh si mPu. Berbeda dengan kebanyakan Udan Mas Rekan yang bulatannya sangat rapi dan teratur, Udan Mas Tiban ini bulatannya kurang begitu teratur tetapi masih tersusun dalam pola 2-1-2. Pada tahun 1930-an, yang dimaksud dengan pamor Udan Mas adalah Pamor Udan Mas Tiban yang pembuatannya tidak direncanakan oleh sang mPu (bukan pamor rekan). Ini dikarenakan pamor Udan Mas yang rekan dicurigai sebagai pamor buatan (rekan). Tetapi toh juga banyak keris pamor udan mas rekan yang juga merupakan pembawaan dari jaman dahulu. Oleh banyak kalangan, keris dengan Pamor Udan Mas dianggap memiliki tuah untuk memudahkan pemiliknya mendapatkan rejeki. Dengan rejeki yang cukup,diharapkan seseorang bisa membina rumah tangga dan keluarga lebih baik dan sejahtera.Lar GangSir konon merupakan kepanjangan dari GeLAR AgeMan SIRo yang memiliki makna bahwa Gelar atau jabatan dan pangkat di dunia ini hanyalah sebuah ageman atau pakaian. Suatu saat tentu akan ditanggalkan. Karena itu jika kita memiliki jabatan/pangkat atau kekayaan, maka janganlah kita SOMBONG dan TAKABUR (Jawa = Ojo Dumeh). Jangan mentang-mentang memiliki kekuasaan, pangkat dan jabatan atau kekayaan, maka kita bisa seenaknya sendiri sesuai keinginan kita tanpa memikirkan kepentingan orang lain.
Kesimpulan Dalam dunia keris terdapat tiga kelompok pandangan yang berbeda. Pandangan pertama yang berkembang bahwa : 1. Keris adalah hasil kebudayaan, kagunan, atau kesenian. 2. pandangan kedua yang telah sejak lama berkembang di kalangan masyrakat (Jawa), secara umum lebih meyakini bahwa keris merupakan senjata pusaka dikarenakan daya gaib atau tuah yang dimilikinya. 3. pandangan ketiga yang berkembang di kalangan yang sangat terbatas, keris merupakan pusaka dengan berbagai variasi pemaknaannya dan dinyatakan dengan istilah-istilah yang hanya dikenali oleh kalangan tersebut.Terutama makna-makna sosial, historis, filosofis, etis dan religius-mistis.
Dari ketiga pandangan diatas dapat kita ketahui bahwa keris merupakan karya agung yang harus dilestarikan. Karena jika dilihat dari kacamata desain, sebuah keris memiliki berbagai keunikan yang sangat spesifik. Terbukti dengan penamaan setiap lekuk yang begitu detail disetiap bagiannya.
Jika ditilik dari makna yang terkandung pada sebilah keris, disitu tercermin kearifan lokal terutama masyarakat jawa yang menjadikan keris sebagai simbol kekuatan sekaligus mewakili karakter yang memilikinya. Desain keris mempunyai kekuatan tersendiri dalam membentuk kearifan lokal yang selanjutnya bisa menjadi indicator kebudayaan di suatu tempat.
Sumber : " Makalah karya Warto, kandidat dosen jurusan Dakwah STAIN Purwokerto by zainal arifin suwito Copyright @June-2009