Kamis, 09 Juli 2009

Masyarakat Angkringan, Penggagas Akulturasi Budaya

JOGJA.. kata lima huruf yang memiliki banyak keunikan. Banyak hal bisa ditemui di "Jogja", kata yang akan melambungkan pikiran dan membawa kita ke suasana yang nyaman,eksotik dan penuh keramahan. Sisi Kuliner di jogja begitu beragam, salah satunya The Phenomena of Angkringan. Dari bagian ini muncul gagasan berdirinya Angkringan ++ Jl.Paingan III Kampus SADHAR III yang hadir untuk mendeskripsikan vesri Angkringan yang identik dengan makanan murah namun berkualitas versus view dan suasana nyaman ala resto. OK...bagi rekan-rekan yang ingin mencoba silakan berkunjung ke tempat kami.... Nasi Goreng Telur : 5500 Ayam Bakar +Nasi : 5500 Omlete : 5000 Intel , Tante Kopi Legit:2000 Kopi Tarik,Teh Tarik Juice Es Teh : 1500 Angkringan di konsep resto..? mmmmph...kenapa tidak!! Apakah Angkringan harus identik dengan kumuh, dipinggir jalan dan bau asap..? Saya kurang setuju. angkringan seharusnya bisa dinikmati dengan santai disuasana yang nyaman, tidak bising dan sejuk. yang terpenting adalah suasana intens dan relaxs bareng temen ngobrol ngalor ngidul bisa dilakukan tanpa ada gangguan dan yang pasti MURAH. Mengapa angkringan begitu akrap ditemui dijogja dan penting?! Keberadaan angkringan saat ini penting karena menjadi wahana sosialisasi dan perkembangan budaya. Sebagaimana diketahui JOGJA adalah kota majemuk dan masyarakat jogja terbiasa bergaul,bersosialisasi dengan mahasiswa atau masyarakat luar daerah di tempat yang bernama ANGKRINGAN Pesan bagi pengelola angkringan di seluruh JOGJA, mari kita masyarakatkan angkringan JOGJA dengan lebih variatif dengan mengutamakan faktor Higenis menu dan tempat saji. Jangan sampai wahana budaya ini dikenal sebagai tempat yang kumuh. JOGJA = ANGKRINGAN Kita adalah pioneer dan fasilitator Budaya Jogja 15 sampai 20 tahun lagi..!!

Sabtu, 04 Juli 2009

Yang Unik dari Jogja-Bagian 2

1. "Becak sebagai satu dari Identitas Jogja"

Seperti halnya andong (kereta berkuda), dikawasan kota Jogja juga terdapat kendaraan ramah lingkungan yaitu becak (tenaga pedal manusia). Kendaraan roda tiga ini mudah ditemukan disekitar area jalan utama dikota Jogja seperti kawasan Malioboro, Jl Mangkubumi (Tugu), stasiun, hingga kawasan sekitar keraton Jogja. Buat Anda yang sedang berkunjung ke Jogja, bisa menjumpai becak-becak berkeliaran disekitar area tersebut, bahkan aksesnya terkadang hingga didalam gang-gang khusus misalnya area Prawirotaman. Mengapa jarang dijumpai di tempat lain, ...jawabannya jelas pertama karena disana pusat pariwisata Jogja sepanjang Malioboro hinga Keraton, kedua ditempat lain terutama kondisi topografi yang naik-turun tentu akan memberatkan para penarik becak untuk mengayuh pedal, dan ketiganya memang hanya area tertentu yang sengaja diijinkan untuk beroperasinya becak ini dengan disediakan jalur lambat khusus. Perlu disyukuri juga bahwa keberadaan kendaraan tradisional di kota ini justru dilestarikan untuk mendukung program pariwisata Jogja, tidak seperti di Jakarta dimana di era 90-an justru diberangus karena alasan memacetkan lalulintas kota.

Memang tidak hanya Jogja, beberapa kota lain juga masih terdapat kendaraan becak seperti halnya di Purwokerto, Solo, Surabaya dll. Namun hanya di Jogja & Solo saja, dimana identitas becak diangkat sebagai salah satu faktor pendukung pariwisata untuk memikat wisatawan yang memang ingin menikmati suasana santai dengan mengunjungi obyek wisata maupun berbelanja di sekeliling kota yang kebetulan mempunyai kesamaan identitas Keraton sebagai pusat budaya ini. Perhatian pemerintah daerah dalam hal ini menjadi kunci juga dalam melestarikan eksistensi kendaraan tradisional ini, dimana sepertinya hanya di 2 kota ini...disediakan jalur lambat di sepanjang jalur protokol untuk akses kendaraan lambat seperti sepeda, becak maupun andong.

Buat Anda yang sedang jalan-jalan ke Jogja, boleh dicoba naik becak terutama disekitar kawasan Malioboro – Jogja. Memang tarif naik becak dilokasi ini tidak tertera jelas...karena tidak punya speedometer, jadi tergantung kemampuan Anda untuk menawar. Sebagai gambaran untuk jarak dekat hanya disepanjang jalur Malioboro aja...untuk mengunjungi gerai toko kaos/batik mungkin Anda perlu merogeh kocek Rp 5000. Namun kalau Anda ingin berkeliling hingga kawasan Keration atau membeli oleh-oleh di kawasan Bakpia Patok...paling tidak tarifnya Rp 15000 – 20000. Memang tidak dipungkiri di kawasan ini terjalin kerjasama antara penarik becak/andong dengan para pemilik gerai kaos/butik. Bahkan terkadang ada tukang becak yang berani menawarkan tarif rendah dengan berharap mendapat komisi dari pemilik toko karena mengantar penumpang kesana, namun tetap saja mereka berani ambil resiko jika ternyata penumpangnya tidak berbelanja.

Ada keasyikan tersendiri bagi siapapun itu yang bisa merasakan nikmatnya naik becak. Mungkin sejalan pepatah Jawa (alon-alon asal kelakon), siapapun yang mencoba naik becak akan tersugesti untuk merasakan suasana santai lepas dari kepenatan aktivitas harian, seolah-olah waktu berjalan lambat tanpa diuber-uber setoran. Apalagi ada slogan khusus ”Every day is Sunday in Jogja”...so lengkap kalau sudah suasana Jogja cocok untuk melepas penat terutama buat para eksekutif muda & keluarga yang sehari-harinya disibukkan dengan aktivitas di kota-kota besar.

Sebenarnya becak khas Jogja mempunyai ciri khusus terutama corak design-nya dibanding becak tempat lain termasuk Solo – Surakarta. Selain body-nya agak lumayan besar, anda bisa melihat corak khusus dibagian penutup roda depan samping kiri-kanan yang dibuat sengaja menggembung diluarnya umumnya dihiasi tekstur lukisan sederhana, tulisan iklan atau sekedar nama pemiliknya.

Copyright @July-2009

by zainal arifin suwito